Industri pengeboran minyak dan gas merupakan salah satu sektor kunci yang mendukung kebutuhan energi global. Dengan peranannya yang krusial dalam menyediakan bahan bakar dan sumber daya energi, industri ini juga dikenal dengan tantangan dan risiko yang signifikan terkait keselamatan kerja. Di tengah kemajuan teknologi dan metode pengeboran yang terus berkembang, bahaya di lokasi pengeboran tetap menjadi ancaman serius yang memerlukan perhatian khusus. Kecelakaan di area pengeboran tidak hanya berdampak pada keselamatan pekerja tetapi juga dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan yang luas dan kerugian ekonomi yang besar.
Kecelakaan yang terjadi di lokasi pengeboran sering kali disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk kegagalan peralatan, kesalahan manusia, dan kegagalan sistem pengendalian keselamatan. Salah satu contoh yang paling dikenal adalah ledakan Deepwater Horizon pada tahun 2010, yang menewaskan sebelas pekerja dan menyebabkan tumpahan minyak besar-besaran di Teluk Meksiko. Bencana ini menyoroti pentingnya sistem pencegahan blowout yang andal dan pelatihan intensif bagi tenaga kerja. Begitu juga dengan tragedi Piper Alpha pada tahun 1988, yang merupakan salah satu bencana industri pengeboran terbesar, di mana kebakaran yang disebabkan oleh ledakan gas mengakibatkan 167 kematian dan mendorong perubahan besar dalam regulasi keselamatan di industri ini.
Menghadapi risiko yang tinggi ini, industri pengeboran minyak dan gas harus terus-menerus berupaya meningkatkan standar keselamatan dan menerapkan prosedur pengendalian risiko yang ketat. Upaya ini mencakup penerapan teknologi terbaru, pelatihan berkala bagi pekerja, serta pemeliharaan dan inspeksi peralatan yang rutin. Penelitian dan analisis terhadap kecelakaan yang terjadi memberikan wawasan berharga tentang pola risiko dan strategi pencegahan yang efektif. Dengan pemahaman yang mendalam mengenai penyebab dan dampak kecelakaan, industri ini dapat mengembangkan solusi yang lebih baik untuk melindungi pekerja dan meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan dan perekonomian.
Jumlah dan Tren Kecelakaan Kerja di Salah Satu Area Pengeboran Minyak dan Gas
Kecelakaan kerja adalah masalah yang sangat tidak diinginkan oleh setiap perusahaan, karena dampaknya tidak hanya berupa kerugian langsung tetapi juga kerugian jangka panjang yang mencakup aspek non-material seperti penurunan reputasi perusahaan. Perusahaan di sektor migas, khususnya yang bergerak di bidang pengeboran, menghadapi risiko tinggi terhadap kecelakaan kerja akibat berbagai bahaya yang ada di area tersebut.
Dalam periode 2012–2016, tercatat 17 kasus kecelakaan kerja di area pengeboran dengan rata-rata 363 pekerja. Tahun 2014 mencatatkan jumlah kecelakaan terbanyak yaitu 7 dari total 17 kasus. Angka Incidence Rate selama lima tahun terakhir menunjukkan bahwa dari setiap 100 pekerja yang terpapar risiko, terdapat 0,8 kecelakaan di area tersebut. Angka ini tergolong rendah, delapan kali lipat lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata Incidence Rate di PT. Saripari Pertiwi Abadi, yang mencapai 6,65 per 100 pekerja pada periode 2006–2010 (Aswadi, 2012).
Dari total 17 kecelakaan kerja tersebut, 14 kasus memerlukan perawatan medis atau P3K, sementara 3 kasus lainnya mengakibatkan hilangnya hari kerja. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar kecelakaan bersifat ringan. Namun, penting untuk diingat bahwa menurut teori piramida kecelakaan, setiap kecelakaan fatal biasanya diawali oleh 300 kecelakaan ringan. Oleh karena itu, meskipun saat ini kecelakaan kerja bersifat ringan, risiko kecelakaan fatal tetap ada di masa depan.
Tren kecelakaan kerja di area pengeboran menunjukkan penurunan baik dari segi jumlah maupun tingkat keparahan. Meskipun terdapat lonjakan kecelakaan yang signifikan dari tahun 2014 ke 2015, rata-rata tahunan menunjukkan penurunan jumlah kecelakaan. Penurunan ini berkisar antara satu hingga tiga kali lipat setiap tahunnya, dan penurunan dalam hal dampak yang ditimbulkan juga terlihat signifikan.
Penurunan tren kecelakaan kerja ini memunculkan pertanyaan tentang penyebabnya. Syamsul Hidayat, seorang safety inspector, menjelaskan bahwa penurunan mungkin disebabkan oleh berkurangnya jumlah pekerjaan di area pengeboran, dan pandangan ini juga didukung oleh rekan safety inspector, Makrus.
Baca juga : Jenis Kecelakan Kerja Berdasarkan Umur, Masa Kerja dan Tingkat Pendidikan
Karakteristik Kecelakaan Kerja di Salah Satu Area Pengeboran Minyak dan Gas Selama Tahun 2012–2016
Selama periode 2012–2016, karakteristik kecelakaan kerja di area pengeboran minyak dan gas menunjukkan bahwa jenis kecelakaan yang paling sering terjadi adalah kecelakaan mekanik, khususnya yang melibatkan terjepit. Penelitian Prihandoko (2011) mengungkapkan bahwa jenis kecelakaan serupa juga dominan terjadi pada tenaga kerja di PT. HSKU Sidoarjo selama 2006–2010.
Kecelakaan terjepit sering kali disebabkan oleh tindakan tak aman, terutama karena pekerja harus berinteraksi langsung dengan mesin dan alat berat di area terbatas. Pekerja sering kali menempatkan tubuh mereka dalam posisi yang tidak ideal, seperti saat menjangkau area sempit dengan tangan. Akibatnya, cedera pada bagian tangan, terutama jari, menjadi hal yang umum terjadi. Selain itu, kurangnya pengetahuan tentang titik-titik berpotensi terjepit (pinch points) di kalangan tenaga kerja juga dianggap sebagai faktor penyebab tingginya kasus kecelakaan terjepit.
Dari segi waktu, kecelakaan kerja lebih sering terjadi pada shift pagi, yang berdurasi 12 jam. Ini berbeda dengan perusahaan lain yang biasanya memiliki tiga shift kerja per hari. Kecelakaan yang lebih sering terjadi pada shift pagi mungkin disebabkan oleh kelelahan kerja yang mulai dirasakan pekerja setelah berjam-jam bekerja. Temuan ini berlawanan dengan studi lain yang menunjukkan bahwa kelelahan lebih sering terjadi pada shift malam (Kodrat, 2009). Kecelakaan kerja juga cenderung terjadi pada akhir shift, antara pukul 14.00–17.59 WIB. Penurunan fungsi tubuh yang dimulai setelah pukul 14.00 WIB dapat menjelaskan mengapa kecelakaan lebih sering terjadi pada waktu tersebut (Silaban, 1996).
Dari segi lokasi, kecelakaan kerja paling sering terjadi di area Sukowati B, yang diduga disebabkan oleh tingginya aktivitas kontraktor di area tersebut, menyebabkan peningkatan jumlah tenaga kerja dan jam kerja. Meskipun kecelakaan kerja di area pengeboran ini selama 2012–2016 sebagian besar tergolong ringan dan tidak menyebabkan akibat fatal, hal ini konsisten dengan temuan dalam sektor serupa yang menunjukkan bahwa kecelakaan kerja umumnya bersifat ringan (Aswadi, 2012).
Baca juga : 15 Rekomendasi Alat Pelindung Diri (APD) untuk Para Pekerja Pengeboran Migas
Hubungan Faktor Individu dengan Jenis Kecelakaan Kerja
Di area pengeboran minyak dan gas, tenaga kerja yang paling sering mengalami kecelakaan kerja mekanik adalah mereka yang berusia 30 tahun ke atas. Analisis data menunjukkan bahwa semakin tua usia tenaga kerja, semakin tinggi jumlah kecelakaan kerja mekanik yang mereka alami. Temuan ini berbeda dari penelitian lain yang menunjukkan bahwa kelompok usia 17–29 tahun, yang dianggap lebih berisiko, mengalami kecelakaan kerja lebih sering dibandingkan dengan mereka yang berusia 30 tahun ke atas.
Data analisis untuk periode 2012–2016 menunjukkan bahwa tenaga kerja dengan masa kerja lima tahun atau lebih sering mengalami kecelakaan kerja mekanik. Semakin pendek masa kerja, semakin banyak kecelakaan yang terjadi. Hal ini sesuai dengan pandangan bahwa tenaga kerja baru yang kurang berpengalaman cenderung lebih sering mengalami kecelakaan (Suma’mur, 2006). Penelitian juga menunjukkan bahwa tenaga kerja dengan pengalaman lama lebih mampu menangani kendala yang muncul, berkat keterampilan dan pola kerja yang sudah terbentuk (Munawaroh, 2016). Dengan demikian, kurangnya pengalaman mungkin menjadi faktor penyebab tingginya jumlah kecelakaan pada tenaga kerja baru.
Tingkat pendidikan tenaga kerja juga diduga mempengaruhi jenis kecelakaan kerja yang terjadi. Salah satu penyebab utama kecelakaan kerja mekanik di perusahaan ini adalah perbuatan tidak aman, yang seringkali berkaitan dengan kurangnya pengetahuan. Pendidikan memainkan peran penting dalam meningkatkan kesadaran akan kesehatan dan keselamatan kerja (Pandie, 2014). Selama periode 2012–2016, kecelakaan kerja mekanik paling banyak terjadi pada tenaga kerja dengan latar belakang pendidikan SMA. Meskipun demikian, hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara tingkat pendidikan dan jenis kecelakaan kerja. Hal ini mungkin disebabkan oleh fakta bahwa sebagian besar tenaga kerja di perusahaan ini adalah lulusan SMA.
Baca juga : Panduan Keselamatan Persiapan Lokasi Pengeboran
Kejadian Kebakaran di Area Rig Floor Saat Pekerjaan Penutupan Sumur
Pekerjaan pengeboran minyak dan gas menghadapi berbagai bahaya, baik fisik, mekanik, maupun kimia. Hazard fisik dan mekanik biasanya berasal dari mesin dan peralatan pengeboran, sedangkan hazard kimia seringkali terkait dengan semburan liar. Semburan liar merupakan aliran fluida tak terkendali yang mencapai permukaan akibat tekanan gas tinggi dalam sumur, dan dapat menyebabkan keracunan gas atau luka bakar jika mengakibatkan kebakaran (Nurulia, 2010). Semburan liar tidak hanya mengeluarkan fluida, tetapi juga gas yang terkandung dalam sumur.
Meskipun belum ada kajian khusus tentang penilaian risiko di pekerjaan pengeboran, kemungkinan terjadinya semburan liar di area pengeboran ini diperkirakan mencapai dua dari skala tiga, sedangkan keparahannya mencapai lima dari skala lima. Keparahan ini karena semburan liar dapat menyebabkan beberapa korban dalam satu kejadian, menunjukkan bahwa pekerjaan pengeboran adalah pekerjaan dengan risiko tinggi.
Kasus kebakaran yang terjadi pada tahun 2014, yang dimulai dengan semburan liar, menunjukkan risiko tersebut. Kebakaran ini menyebabkan tiga dari empat kejadian hilangnya hari kerja. Perusahaan perlu memberikan perhatian serius pada masalah ini untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.
Kebakaran terjadi segera setelah semburan liar, dengan api yang langsung mengenai tenaga kerja. Akibatnya, pekerja mengalami luka bakar derajat II dengan luas 18–30%. Kecelakaan ini disebabkan oleh kontak dengan api, bukan dari gas beracun.
Kecelakaan kerja umumnya disebabkan oleh faktor-faktor tertentu. Menurut prinsip segitiga api, kebakaran memerlukan panas, oksigen, dan bahan bakar. Dalam kasus ini, sumber panas diduga berasal dari percikan api akibat penggunaan palu besi atau lampu yang tidak tahan ledakan. Bahan bakar kemungkinan berasal dari gas metana yang keluar selama semburan liar. Kondisi ini diperburuk oleh pekerjaan yang dilakukan di area terbuka.
Syamsul Hidayat, salah seorang analis kecelakaan, mengungkapkan bahwa semburan liar dipicu oleh gas terperangkap yang tidak terdeteksi. Gas terperangkap, terutama gas metana, sering kali sulit dideteksi (Schowalter and Hess, 1999). Gas metana mudah terbakar (Nandiyanto, 2007 dalam Harsono, 2013), sehingga semburan liar dengan gas ini meningkatkan kemungkinan kebakaran.
Faktor lain yang memperburuk kondisi adalah tindakan tidak aman, seperti penggunaan palu besi di area rig dan membiarkan crude oil tumpah di mud tank. Penggunaan palu besi dapat memicu percikan api, sementara crude oil yang tumpah dapat mudah terbakar jika menguap.
Kesimpulan
Kesimpulan dari studi kecelakaan kerja di area pengeboran minyak dan gas menunjukkan bahwa kecelakaan mekanik, terutama yang melibatkan terjepit, merupakan jenis kecelakaan yang paling sering terjadi. Selama periode 2012–2016, frekuensi dan tingkat keparahan kecelakaan cenderung menurun, menandakan adanya perbaikan dalam praktik keselamatan kerja, meskipun risiko tetap signifikan.
Kecelakaan kerja mekanik lebih umum terjadi pada tenaga kerja yang berusia 30 tahun ke atas dan mereka dengan masa kerja lima tahun atau lebih, menunjukkan pentingnya pelatihan dan pengalaman dalam mengurangi risiko. Selain itu, tenaga kerja dengan latar belakang pendidikan SMA lebih sering mengalami kecelakaan, yang menyoroti perlunya peningkatan pengetahuan keselamatan di kalangan pekerja.
Risiko besar seperti semburan liar dapat menyebabkan keracunan gas dan kebakaran, dengan kebakaran sering kali dipicu oleh kombinasi gas yang mudah terbakar dan tindakan tidak aman seperti penggunaan palu besi. Secara keseluruhan, meskipun terdapat penurunan dalam kecelakaan, pekerjaan pengeboran minyak dan gas tetap berisiko tinggi, dan perusahaan harus terus berupaya meningkatkan prosedur keselamatan dan pelatihan untuk melindungi tenaga kerja.
Program Sertifikasi Ahli Pengendali Pengeboran Migas dari Petro Training Asia merupakan pelatihan intensif yang dirancang untuk mengembangkan keterampilan teknis dan pengetahuan profesional di industri minyak dan gas. Pelatihan ini mencakup berbagai unit kompetensi, termasuk keselamatan kerja, pengoperasian peralatan pengeboran, dan pengendalian tekanan sumur, yang sangat penting untuk menjaga keamanan dan efisiensi dalam operasi pengeboran. Sertifikasi ini memberikan pengakuan kompetensi yang diakui oleh industri dan pemerintah, meningkatkan kredibilitas dan peluang karir bagi para profesional yang bekerja di sektor migas.
Ingin meningkatkan karir Anda di industri migas? Dapatkan keahlian dan sertifikasi yang diakui melalui Program Sertifikasi Ahli Pengendali Pengeboran Migas dari Petro Training Asia. Investasikan diri Anda dalam pelatihan ini untuk menjadi profesional berkompeten yang siap menghadapi tantangan di dunia pengeboran. Daftar sekarang dan bawa karir Anda ke level berikutnya!