energynews3

Jakarta, — Pemerintah dan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membuat kesepakatan sementara asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) untuk tahun depan di kisaran US$40-55 per barel. Asumsi tersebut membertimbangkan pergerakan harga minyak global yang diprediksi bakal kembali naik ke kisaran US$40-60 per barel.

Asumsi ICP tersebut naik dari usulan awal di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017 yang berkisar US$35-45 per barel, meski kenyataannya tren harga minyak saat ini masih melemah.

Rentang asumsi ICP tersebut juga lebih lebar dibandingkan asumsi harga minyak yang disepakati pemerintah dengan Komisi VII DPR pada Juni lalu, yang di kisaran US$45 – 55 per barel.
“Kami mendengarkan masukan-masukan dari berbagai pihak termasuk juga tren harga minyak dunia” tutur Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, IGN Wiratmadja Puja di Gedung DPR, Rabu, (13/7).

Wiratmaja memperkirakan, harga minyak dunia kemungkinan besar akan bergerak di rentang US$40-60 per barel pada tahun depan. Sementara, ICP biasanya lebih rendah sekitar US$4,5 dari harga minyak mentah dunia.

“Akhirnya, kami mengusulkan range-nya agak luas dulu, US$40-55 per barel. Sambil jalan nanti kami pelajari,” ujarnya.

Hingga pertengahan tahun ini, kata Wiratmaja, rata-rata ICP sebesar US$36 per barel. Sementara untuk paruh kedua tahun ini, ia memperkirakan rata-rata ICP naik ke kisaran US$45 per barel.

“Jadi kalau digabung, rata-rata ICP di tahun ini ada di kisaran US$40 per barel,” jelasnya.

Selain harga minyak, pemerintah dan Banggar juga membuat kesepakatan sementara terkait produksi (lifting) minyak siap jual di kisaran 750 – 790 ribu barel per hari (bph). Rentang produksi minyak itu lebih lebar dibandingkan dengan usulan awal di RAPBN 2017, yang sekitar 740 – 760 ribu bph, yang sebelumnya juga telah diubah dalam rapat kerja Komisi VII DPR pada bulan lalu menjadi 760 – 800 ribu bph.

M.I. Zikrullah, Wakil Ketua  Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) menjelaskan masih sulit bagi kontraktor untuk bisa memproduksi minyak sebesar 800 ribu bph seperti yang diinginkan Komisi VII DPR. Pasalnya, penundaan sejumlah program kerja tahun ini, seperti program kerja sumur pemboran dan eksplorasi, berdampak negatif pada lifting minyak tahun depan “Angka 800 ribu barel per hari kemungkinan tercapainya, kalau saat ini mungkin terlalu pesimistis, akan sulit dicapai,” ujar Zikrullah.

Ia mengungkapkan, enam rencana pengembangan atau plan of development (POD) lapangan miyak yang akan mulai berproduksi (on streaming) pada tahun depan. Namun, keenam lapangan minyak itu baru mulai berproduksi pada kuartal kedua atau ketiga 2017.

Selain itu, rapat tersebut juga menyepakati perubahan lifting gas menjadi sebesar 1,1 – 1,2 juta barel setara minyak per hari (BOEPD). Angka ini lebih tinggi dari usulan awal pemerintah 1,05- 1,15 juta BOEPD di RAPBN 2017, tetapi lebih rendah dibandingkan kesepakatan dengan Komisi VII DPR sebesar 1,15 – 1,5 barel BOEPD.

Sumber: http://www.cnnindonesia.com/energynews3energynews3

    ×