Tahun 2025 menjadi tahun penting bagi industri minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia, terutama untuk sektor lepas pantai. Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan sejumlah regulasi baru yang berdampak signifikan pada mekanisme bisnis, kepatuhan, hingga kerja sama dengan pemerintah daerah.
Dua regulasi utama yang menjadi sorotan adalah Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2025 tentang perubahan skema Participating Interest (PI) 10% serta kebijakan baru mengenai Devisa Hasil Ekspor (DHE) untuk sektor sumber daya alam. Bagi perusahaan dan profesional di bidang migas, memahami perubahan ini bukan hanya soal kepatuhan hukum, melainkan juga soal menjaga kelangsungan bisnis dan reputasi operasional.
Revisi Participating Interest (PI) 10%: Desentralisasi dan Transparansi
Participating Interest (PI) 10% merupakan kebijakan strategis yang mewajibkan kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk menawarkan 10% kepemilikan dalam wilayah kerja migas kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Regulasi ini bertujuan agar daerah penghasil migas memperoleh manfaat langsung dari kegiatan eksplorasi dan produksi yang dilakukan di wilayahnya.
Apa yang berubah dalam Permen ESDM No. 1 Tahun 2025?
- Penegasan peran gubernur
Dalam proses penunjukan BUMD penerima PI, gubernur bertindak sebagai penghubung utama antara pemerintah pusat dan daerah serta memastikan bahwa BUMD yang dipilih memenuhi kriteria. - Pelarangan struktur kepemilikan silang
BUMD tidak boleh dimiliki swasta dan tidak dapat memiliki PI di lebih dari satu wilayah kerja. Hal ini dilakukan untuk mencegah konflik kepentingan dan menjaga akuntabilitas. - Skema baru bagi BUMD yang belum siap
BUMD dapat menunjuk anak usaha atau bekerja sama dengan mitra strategis, namun harus tetap dalam koridor transparansi dan tanpa unsur swasta.
Implikasinya, BUMD dituntut lebih profesional dan kapabel dalam mengelola PI. Pemerintah daerah juga harus menyiapkan SDM dan tata kelola yang baik agar PI benar-benar memberikan manfaat ekonomi, bukan sekadar beban administrasi.
Baca juga : Mengenal Regulasi Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS) di Industri Migas
Devisa Hasil Ekspor (DHE): Keseimbangan Nasional dan Kepatuhan Korporasi
Pemerintah Indonesia juga memperkuat regulasi mengenai Devisa Hasil Ekspor (DHE) melalui kebijakan Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan. Tujuannya adalah meningkatkan cadangan devisa dan memperkuat ketahanan ekonomi nasional, terutama di tengah tekanan global.
Bagaimana sektor migas terdampak?
- Kewajiban menyimpan 30% DHE di dalam negeri
Sektor migas diwajibkan menahan minimal 30% dari devisa ekspornya di bank devisa dalam negeri selama tiga bulan. - Fleksibilitas untuk kebutuhan operasional
Pemerintah memahami karakteristik industri migas yang padat modal dan global, sehingga sisa 70% masih bisa digunakan untuk memenuhi kewajiban internasional seperti pembayaran kreditur, vendor asing, atau keperluan investasi. - Tantangan bagi treasury perusahaan
Pengelolaan kas harus disesuaikan dengan ketentuan ini, termasuk dalam hal waktu transfer, pemilihan bank, dan pengelolaan risiko kurs.
Dengan DHE yang sebagian besar harus disimpan di dalam negeri, perusahaan perlu menyiapkan strategi keuangan yang adaptif tanpa mengorbankan kelancaran operasional.
Baca juga : Bagaimana Regulasi CCUS di Industri Migas 2025?
Dampak Strategis terhadap Struktur Bisnis dan Operasional Migas
Perubahan dua regulasi ini bukan hanya memengaruhi aspek hukum atau kepatuhan, tapi juga berdampak langsung terhadap cara kerja perusahaan migas di Indonesia, terutama mereka yang bergerak di wilayah lepas pantai.
Dampak yang harus dicermati:
- Restrukturisasi kepemilikan proyek agar sesuai dengan aturan PI.
- Kebutuhan transparansi tinggi dalam kerja sama dengan BUMD.
- Perubahan cash flow management akibat kewajiban penahanan DHE.
- Revisi kontrak dan MOU dengan mitra untuk mencerminkan aturan baru.
- Potensi gesekan dengan BUMD jika tidak dibarengi pelatihan dan pembinaan teknis.
Profesional migas dituntut semakin agile dan berpikir strategis, tidak hanya mengandalkan kepatuhan formal, tetapi juga proaktif dalam menyusun strategi adaptasi bisnis.
Langkah Proaktif yang Harus Diambil oleh Profesional Migas
Dalam menghadapi dinamika regulasi ini, perusahaan dan profesional migas tidak cukup hanya menunggu instruksi dari regulator. Diperlukan langkah-langkah proaktif untuk menyesuaikan diri.
Beberapa langkah penting:
- Audit internal atas struktur bisnis dan kontrak yang ada, untuk melihat apakah sudah sesuai dengan Permen ESDM 1/2025.
- Bekerja lebih erat dengan BUMD dan pemda, untuk membangun pemahaman bersama mengenai teknis PI dan kontribusi daerah.
- Update sistem treasury dan kontrol keuangan, untuk menjamin kepatuhan DHE tanpa mengganggu kelancaran proyek.
- Bangun komunikasi intensif dengan Kementerian ESDM dan Bank Indonesia, khususnya untuk kasus khusus atau kebutuhan klarifikasi hukum.
- Tingkatkan literasi hukum dan bisnis tim internal, agar dapat beradaptasi cepat terhadap dinamika regulasi.
Semakin cepat langkah adaptasi diambil, semakin besar peluang perusahaan tetap kompetitif dan terhindar dari hambatan administratif.
Baca juga : Regulasi Auditor SMK3 (Sistem Manajemen K3) di Indonesia
Rekomendasi Pelatihan untuk Menghadapi Regulasi Baru Migas 2025
Perubahan regulasi migas 2025 menuntut SDM yang tidak hanya paham teknis, tetapi juga kebijakan dan aspek legal. Pelatihan menjadi langkah strategis bagi perusahaan untuk meningkatkan kesiapan dan kepatuhan tim lintas fungsi—dari legal, operasional, hingga keuangan.Salah satu program yang direkomendasikan adalah Pelatihan Keselamatan Migas Lepas Pantai (Offshore Oil and Gas Safety) dari Petrotraining Asia, yang membahas standar keselamatan internasional, manajemen risiko, dan praktik terbaik di lapangan. Dengan pelatihan yang tepat, perusahaan akan lebih siap beradaptasi dan tetap kompetitif di tengah perubahan regulasi.
Kesimpulan
Regulasi migas Indonesia pada tahun 2025 menunjukkan arah yang lebih progresif dan inklusif. Dengan memperkuat peran daerah melalui PI 10% dan mengoptimalkan devisa melalui kebijakan DHE, pemerintah ingin memastikan bahwa industri migas tak hanya menjadi mesin ekonomi, tetapi juga alat distribusi keadilan dan keberlanjutan nasional.
Namun, perubahan ini juga menantang. Pelaku industri harus bersiap secara strategis dan operasional. Pemahaman atas regulasi, restrukturisasi kontrak, hingga pelatihan sumber daya manusia adalah langkah krusial yang tidak boleh ditunda.
Ingat, industri migas bukan hanya soal eksplorasi dan produksi. Ini adalah soal kepatuhan, keberlanjutan, dan adaptasi jangka panjang terhadap lanskap regulasi yang terus berkembang.
FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)
Q: Apa itu PI 10% dan mengapa penting?
A: PI 10% adalah kewajiban kontraktor migas untuk menawarkan 10% hak partisipasi kepada BUMD agar daerah penghasil migas mendapatkan manfaat langsung dari kegiatan eksplorasi dan produksi.
Q: Siapa yang menunjuk BUMD penerima PI?
A: Gubernur berwenang menunjuk BUMD yang memenuhi syarat, sesuai Peraturan Menteri ESDM No. 1 Tahun 2025.
Q: Berapa persen devisa ekspor migas yang wajib disimpan di Indonesia?
A: Sebanyak 30% dari devisa hasil ekspor wajib disimpan di bank devisa dalam negeri selama minimal 3 bulan.
Q: Apakah pelatihan migas wajib diikuti perusahaan?
A: Tidak wajib, tetapi sangat direkomendasikan agar perusahaan dapat mematuhi regulasi dengan efektif dan efisien.
Q: Di mana saya bisa mengikuti pelatihan terkait keselamatan migas offshore?
A: Anda bisa mendaftar melalui Petrotraining Asia, penyedia pelatihan profesional yang berpengalaman di sektor migas lepas pantai.